PENYUSUN:
Hendra
Saputra 115080107111006 -2011
Tiyan Alfianto 115080101111022 -2011
Dikky Ristan Arifullah 115080100111018 -2011
POTENSI MANGROVE SEBAGAI PENYERAP
LOGAM BERAT DI WILAYAH PESISISIR
Ringkasan
Hutan mangrove memiliki kemampuan untuk
menyerap dan menyimpan logam berat dalam jaringan tubuh sepeti daun, batang dan
akar yang terbawa di dalam sedimen, sebagian sumber hara tersebut dibutuhkan
untuk melakukan proses-proses metabolisme.
Dari
hasil analisa organolaptik terdapat bukti nyata bahwa mangrove jenis Bruguiera
gymnorrhiza tahan terhadap konsentrasi toksik sedangkan mangrove jenis Avicennia
marina dan Rhizophora mucronata tidak tahan terhadap konsentrasi toksik.
Tetapi mangrove jenis Avicennia marina, Rhizophora mucronata, dan Bruguiera
gymnorrhiza dapat menyerap logam berat dengan efektif terbukti pada analisa
logam berat yang dilakukan.
Kemampuan mangrove dalam menyerap
logam berat memiliki perlakuan yang berbeda terhadap konsentrasi toksik pada
setiap jenisnya, agar dapat mengurangi tingkat pencemaran di atmosfer, tanah
sedimen, dan air logam berat dengan maksimal. Tumbuhan mangrove ini termasuk jenis tumbuhan air yang
mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk mengakumulasi logam berat yang berada
pada wilayah perairan.
`PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sifat – sifat Logam berat yaitu Sulit didegradasi, sehingga
mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami
sulit terurai (dihilangkan), dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang
dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme
tersebut. Mudah
terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari
konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena
pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke
dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu
tertentu (Sutamihardja dkk, 1982).
Logam berat adalah
unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3. Sebagian logam
berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat
pencemar yang berbahaya.Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat
atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke
rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam
(Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982).
Polutan logam berat
yang berada di wilayah pesisir umumnya banyak berasal dari baterai, karena
baterai mengandung unsur timbal (Pb) yang beracun dan berbahaya bagi makhluk
hidup. Selain itu, polutan logam berat di wilayah pesisir juga berasal dari
pembuatan baterai, plastik PVC, pigmen cat,
pupuk, rokok, dan kerang yang mengandung unsur kadmium (Cd). Adanya logam berat
di wilayah pesisir berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme,
maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Untuk itu adanya hutan bakau di
wilayah pesisir digunakan sebagai penyerap Logam berat.
Tujuan Penulisan
Secara umum program karya tulis ini dibuat untuk memberikan gagasan baru
yaitu untuk :
1.
Memberikan
gagasan baru dalam mengetahui potensi hutan mangrove
sebagai penyerap polutan logam berat di wilayah pesisir.
2.
Untuk
mengetahui kandungan unsur hara yang terdapat di wilayah hutan mangrove
3.
Untuk
memberikan informasi pengetahuan masyarakat dari semua dampak positif hutan
mangrove untuk mencegah dampak negatif dari wilayah laut.
4.
Untuk
meningkatkan kualitas hutan mangrove di wilayah pesisir.
Manfaat Penulisan
Adapun maanfaat yang
ingin dicapai dari gagasan tersebut adalah untuk memberikan wawasan kepada
masyarakat termasuk stakeholder tentang fungsi mangrove sebagai pelindung di
kawasan pesisir, seperti :
1.
mencegah abrasi dengan meredam energi gelombang arus laut,
2.
menjaga kestabilan garis pantai,
3.
selain itu juga berpotensi menyerap polutan logam berat di wilayah
pesisir.
GAGASAN
Gagasan penulisan ini didasarkan pada kondisi saat
ini bahwa Indonesia mempunyai luas lautan 5,8 km2
dengan jumlah pulau 17.506 dan garis pantai 81.000 km serta merupakan negara kepulauan (Setiawan, 2010). Pertama, pencemaran
perairan pesisir yang semakin meningkat baik jumlah dan jenisnya yang
mengakibatkan penurunan produktivitas perikanan dan kerusakan sumber daya alam. Kedua, degradasi fisik
habitat atau keanekaragaman hayati, seperti berkurang/rusaknya ekosistem
mangrove dalam skala luas area yang cukup besar yang mengakibatkan terganggunya
ekosistem estuary. Ketiga, fungsi kawasan sebagai pusat aktivitas sosial ekonomi skala pelayanan
nasional dan internasional dengan pola pemanfaatan ruang yang belum
tertata/terpadu secara horizontal Timur Barat dan vertikal Utara Selatan (Wikantika, 2008).
Pemanfaatan
Hutau Mangrove sebagai Sumber Bahan Kayu Bakar.
Masyarakat menganggap
bahwa hutan
mangrove merupakan
sumber kayu yang tidak ada pemiliknya sehingga dapat diambil secara bebas tanpa
ijin. Akibatnya eksploitasi hntan mangrove tidak terkendali, sehingga
menyebabkan putensi hutan mangrove menurnn karena kernsakan yang terjadi
semakin besar yang selanjutnya akan mengancam ketersediaan kayu bakar untuk
kebutuhan rumah tangga masyarakat sekitar. Dengan demikian dirasakan perlu
untuk dilakukan suatu penelitian mengenai pemanfaatan hutan mangrove sebagai
sumber bahan kayu bakar oleh masyarakat sekitar (Setiaji, Aji, 2001).
Pemanfaatan
Hutan Mangrove sebagai Tanaman Obat
Sebagian besar bagian dari
tumbuhan mangrove bermanfaat sebagai bahan obat. Ekstrak dan bahan mentah dari
mangrove telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir untuk keperluan
obat-obatan alamiah. Campuran senyawa kimia bahan alam oleh para ahli kimia
dikenal sebagai pharmacopoeia. Sejumlah tumbuhan mangrove dan tumbuhan
asosiasinya digunakan pula sebagai bahan tradisional insektisida danpestisida.
Contohnya Untuk kepentingan analgesik (pembiusan), senyawa dari Acanthus
illicifolius, Avicennia marina, dan Excoecarcia agallhocha mempunyai
khasiat bius namun efektivitasnya masih sedikit di bawah khasiat morfin (Purnobasuki, 2004).
Hutan Mangrove sebagai Spawning
Ground (Tempat Pemijahan)
Sebagai salah satu
ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan.
Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan
mangrove antara lain adalah sebagai spawning ground atau tempat pemijahan bagi organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu
karang (Rochana, 2011).
Arisandi
(1996) melaporkan bahwa Pantai Timur Surabaya ditumbuhi vegetasi mangrove yang
didominasi oleh jenis pohon api-api (Avicennia marina). Ekosistem
mangrove di Pantai Timur Surabaya berpotensi sebagai bioakumulator logam berat.
Dari hasil penelitian terhadap kandungan logam berat tembaga (Cu) pada mangrove
jenis Avicennia marina yang dilakukan oleh Daru Setyo Rini Ssi (Peneliti
Madya Lembaga Kajian dan Konservasi Lahan Basah-ECOTON) pada tahun 1999
menunjukkan hasil bahwa pohon api-api (Avicennia marina) di Muara Kali
Wonorejo mengandung tembaga (Cu) di bagian akar sebesar 8,1782 μg/gr, dibagian
kulit batang sebesar 3,8844 μg/gr dan di bagian daun sebesar 2,4649 μg/gr.
Sedangkan rata-rata kandungan tembaga (Cu) dalam sedimen di Muara Kali Wonorejo
adalah 12,7277 μg/gr.
Kemampuan
vegetasi mangrove dalam mengakumulasi logam berat dapat dijadikan alternatif
perlindungan perairan estuari Pantai Timur Surabaya terhadap pencemaran logam
berat. Pantai Timur Surabaya diberitakan telah
tercemar oleh merkuri (Hg) dan tembaga (Cu). Hal ini merujuk pada penelitian
Anwar (1996) yang menunjukkan bahwa darah masyarakat nelayan di Kenjeran
mengandung tembaga (Cu) sebesar 2511,07 ppb dan merkuri (Hg) sebesar 2,48 ppb,
padahal ambang batas tembaga dalam darah menurut ketetapan WHO adalah 800-1200
ppb, (Rini, 1999).
Pihak-pihak
yang Dipertimbangkan
Dapat Membantu Pelaksanaan Gagasan
a. Aparat Keamanan Taman Nasional:
Dengan adanya
aparat keamanan, diharapkan dapat menjaga kelestarian hutan mangrove dari
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
b.
Peneliti
Peneliti diharapkan dapat terus meneliti lebih lanjut
tentang potensi mangrove sebagai penyerap polutan logam berat.
c. Masyarakat Daerah Pesisir:
Kontribusi dari masyarakat pesisir tidak kalah penting,
dari mereka juga hutan-hutan mangrove bisa dilindungi serta dilestarikan. Dan
mereka juga diharapkan dapat membantu mensosialisasikan tentang potensi
mangrove sebagai penyerap polutan logam berat di wilayah pesisir.
Langkah-langkah strategis yang
harus ditempuh
- Upaya memberikan gambaran ke masyarakat tentang potensi mangrove sebagai penyerap logam berat
- Upaya yang dilakukan selanjutnya ialah melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengetahui fungsi-funsi mangrove antara lain mangrove sebagai pencegah abrasi, mangrove sebagai tanaman obat, mangrove sebagai spawning ground atau tempat pemijahan, dan mangrove sebagai penyerap polutan logam berat di wilayah pesisir.
- Upaya yang terakhir ialah melakukan reboisasi tanaman mangrove, yaitu menanam kembali mangrove yang telah rusak atau ditebang.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Mangrove mamiliki banyak fungsi antara lain, mangrove sebagai
pelindung di kawasan pesisir, seperti mencegah abrasi, meredam energi gelombang
arus laut, menjaga kestabilan garis pantai, selain itu juga berpotensi menyerap
polutan logam berat di wilayah pesisir, dll.
2.
Kita
dapat mengetahui potensi hutan mangrove sebagai
penyerap polutan logam berat di wilayah
pesisir.
3.
Langkah-langkah
strategis yang harus ditempuh untuk merealisasikan gagasan tersebut ialah:
-
Upaya
memberikan gambaran ke masyarakat tentang potensi mangrove sebagai penyerap
logam berat
-
Upaya
yang dilakukan selanjutnya ialah melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk
mengetahui fungsi-funsi mangrove antara lain mangrove sebagai pencegah abrasi,
mangrove sebagai tanaman obat, mangrove sebagai spawning ground atau tempat
pemijahan, dan mangrove sebagai penyerap polutan logam berat di wilayah
pesisir.
-
Upaya
yang terakhir ialah melakukan reboisasi tanaman mangrove, yaitu menanam kembali
mangrove yang telah rusak atau ditebang.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, C. 1998. Akumulasi di Bawah Tegakan
Mangrove. Prosiding Expose
Hasil Penelitian BTPDAS Surakarta, Februari
1998: 105-115. BTPDAS
Surakarta, Solo
Arisandi, 2001,
“Mangrove Jenis Api-api (Avicennia marina) Alternatif Pengendalian Logam Berat
Pesisir”, URL:http://www.terranet.com/, 10 Oktober 2009
Rini, D.S., 1999,
“Analisis Kandungan logam Berat Tembaga (Cu) dan Kadmium (Cd) dalam Pohon
Api-api (Avicennia marina) di Perairan Estuari Pantai Timur Surabaya”,
Skripsi Mahasisiwi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Airlangga, Surabaya
Chairil Anwar dan Hendra Gunawan. 2006. Peranan ekologis dan sosial ekonomis
hutan
Mangrove dalam mendukung di wilayah
pesisir.
Faisal Hamzah dan Agus Setiawan.2004.
Akumulasi logam berat pb, cu, dan zn di hutan mangrove muara angke, jakarta
utara
Balai Riset dan Observasi Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan
ching_ai_hamzah@yahoo.com,
setiawan.agus@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar